Kata makar dan separatis bukan hal baru dalam pengalaman Orang Papua.
Aksi apapun yang digelar di Papua dalam rangka menuntut keadilan atas
hak-hak dasarnya sebagai manusia dan warga negara (kolonial) selalu saja
mendapat tantangan dari aparat penegak hukum. Seakan-akan negeri ini
bukan penganut paham demokrasi. Kata demokrasi yang seharusnya
menciptakan ruang gerak bebas bagi setiap warga negara untuk
menyampaikan aspirasi dan mengekspresikan diri ternyata hanyalah sebuah
slogan semata. Slogan demokrasi ternyata tak menjamin kebebasan rakyat
di Tanah Papua. Setiap kali mereka ingin menyampaikan aspirasinya,
menuntut keadilan atas kesadarannya sebagai warga negara yang tak
mendapatkan perhatian dari pemerintah, malah mereka mendapat jalan
buntu. Kebuntuan ini adalah pengaruh dari pemahaman akan istilah negara
Indonesia adalah negara hukum di samping demokrasi itu. Aksi atas dasar
demokrasi dibungkam atas dasar penegakan hukum. Lagi-lagi kata makar dan
separatis menjadi senjata pamungkas pembungkam suara Orang Papua.
Stigma makar dan separatis selalu menjadi ancaman serius bagi Orang
Papua yang ingin menyampaikan aspirasinya secara damai kepada NKRI.
Sumber : http://hukum.kompasiana.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar