Pipit

Selasa, 29 Januari 2013

Markas Pusat TPN-OPM Tanggapi Danny Kogoya, Cs

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB), Organisasi Papua Merdeka (OPM) Komando Markas Pusat menanggapi kelompok Danny Kogoya yang diberitakan menyerah kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Seperti dilangsir di
tpn-opm-sejati-belum-pernah-menyerah-kapada-pemerintah-colonial-republik-indonesia-selama-ini.html" target="_blank" title="WPNLA">wpnla.net, Sabtu, (26/1), atas nama Panglima Tinggi, Kepala Staf Umum TPN-PB, Mayjen Teryanus Satto mengatakan, TPN-OPM sejati belum pernah menyerah kepada pemerintah Indonesia.
“Daniel Kogoya cs ini bukan merupakan pejuang sejati TPN, namun mereka sebagai pengungsi di PNG yang tidak jelas status mereka. Artinya, General Refugess Status atau Political Aslylum Seeker Status. Karena nilainya beda dan penanganannya pun beda,” tulis Mayjen Teryanus Satto.
Diketahui, Jumat, (25/1)  lalu,  212 warga Papua pimpinan Daniel Kogoya  yang selama ini menjadi warga pelintas batas (PNG-Indonesia) dan dikabarkan turut memperjuangkan Papua Merdeka itu menyerah kepada pemerintah Indonesia.
Acara penyerahan diri 212 warga Papua  itu dilakukan di Aula Kantor Distrik Muara Tami. Acara itu dihadiri 810 warga dan digelar oleh  Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura, Pemda Keerom, dan Kodam XVII/Cenderawasih yang diwakili oleh Korem 172/PWY.
Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI. Christian Zebua menerima 37 pucuk senjata yang diserahkan oleh Daniel Kogoya. Wakapolda Papua, Brigjen Pol. Paulus Waterpauw, Plt. Sekda Provinsi Papua, Elia Loupatti, Wali Kota Jayapura,  Benhur Tommy Mano, Sekda Kabupaten Keerom, Yerry F.Dien ikut menyaksikan.
Harian  Bintang Papua, Jumat, (25/1) memberitakan, penyerahkan diri Daniel Kogoya adalah hasil dari ajakan Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI. Christian Zebua. “Ajakan Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI. Christian Zebua yang mengajak warga Papua yang selama ini hidup di hutan belantara untuk keluar hutan dan bersama-sama membangun Papua yang kaya raya ini, mulai menunjukkan hasil,” tulisnya.
Dalam tanggapannya, Kepala Staf Umum TPN-PB, Mayjen Teryanus Satto mengatakan, mereka yang menyerah itu adalah oknum-oknum yang mengalami suatu krisis iman dan mental. “Mereka kehilangan roh. Ada tiga Roh yang melindungi TPN-OPM, yaitu Roh Tuhan, Roh Alam dan Roh Moyang,” katanya.
Ia juga menegaskan, TPN-PB yang tergabung dalam Komando Nasional berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi di Biak pada tanggal 1-5 Mei 2012 tidak terpengaruh dengan pernyataan 212 warga.
Kata dia, Danny Kogoya dan anggotanya yang menyerah ini adalah yang pernah menentang Sidang terhormat (KTT TPN-OPM) di Markas Perwomi Biak, pada tanggal 3 Mei 2012 dan wallout dari Sidang pada saat itu.
“Perjuangan Papua Merdeka adalah perjuangan suci,” tulis website TPN-PB itu.
Ia tegaskan, Daniel Kogoya cs ini bukan TPN-OPM seperti Goliath Tabuni, Kelly Kwalik (alm), Daniel Kogoya (alm) di Mapenduma, Tadius Magai Yogy (alm); Richard Joweny; Mathias Wenda; Bernard Mawen; Meklianus Awom (alm) dan Pimpinan TPN-OPM lainnya.
“Menurut hukum revolusi, mereka ini adalah penghianat perjuangan bangsanya,”katanya.
Danny Kogoya Ada di Penjara
Juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Wim Metlama kepada majalahselangkah.com, Senin, (28/1) mengatakan,  pria yang disebut sebagai Danny Kogoya sudah ditangkap dan sekarang ada dalam penjara LP Abepura.
Dikatakan Wim, ia sudah konfirmasi kepada Danny Kogoya yang di pejara. “Dalam kepemimpinan TPN nama Daniel atau Danny Kogoya hanya dua orang, yaitu saya dan satunya komandan operasi di Mapenduma yang sudah meninggal, jadi selain itu tidak ada pimpinan OPM atau anggota yang bernama Daniel atau Danny di kubu TPN.OPM,”kata Danny seperti dikutip Wim. (GE/MS)

Pembela Ham, Protes dan Menolak Pernyataan buku baru oleh Jared Diamond

PEMBELA HAM DI TANAH PAPUA PROTES DAN MENOLAK PERNYATAAN PADA BUKU BARU “THE WORLD UNTIL YESTERDAY, WHAT WE CAN LEARN FROM TRADITIONAL SOCIETIES,”
OLEH JARED  DIAMOND
(Dunia Sampai Kemarin,  Apa yang kita bisa belajar dari masyarakat adat).
 Press Realisse:

Pembela HAM di tanah Papua sangat protes dan menolak pernyataan pada buku baru oleh Jared Diamond tentang orang pribumi dengan judul bukunya; “The World Until Yesterday, What we can learn from traditional societies,” (“Dunia Sampai Kemarin, Apa yang kita bisa belajar dari masyarakat adat”). 
 Buku ini menyebarkan prasangka rasis tentang orang Papua, dan penulis buku ini akan sampai di Inggris hari ini tangal 30 Januari 2013. Dan pada tanggal 05 Februari 2013 dia akan berpidato di London-Inggris dan publik di Eropa dan dunia akan menikmati informasi yang sangat sepihak.
Penulis buku ini seharusnya berpandangan positif tentang orang pribumi; oleh karena sih penulis sampaikan bahwa kita bisa belajar dari masyarakat adat. Namun, ada sejumlah masalah besar dengan buku ini yang penulis sampaikan pesan yang berbahaya dan merendahkan; antara lain:
1. Terkesan bahwa seolah-olah orang pribumi di Papua masih mewujudkan hidup mereka pada hidup ribuan tahun yang lalu. Ini tidak benar dan memperkuatkan ide yang rasis bahwa orang pribumi adalah ‘terbelakang,’ ‘hidup dalam masa lalu,’ atau bahkan ‘zaman batu.’

2. Terkesan bahwa perang suku dan kekerasan, yang difokuskan terhadap orang dari suku Dani pada tahun1960-an. Penulis merincikan perang suku Dani sebagai ‘perang kronis.’ Dia bilang bahwa ‘Orang Dani berperang setiap bulan selama setiap tahun.’ Kesan untuk sih pembaca adalah bahwa orang pribumi dari suku Dani ini adalah keras dan buas, menguatkan prasangka yang sering dipakai untuk merugikan orang pribumi.

3. Jared Diamond, penulis buku ini, juga berpendapat bahwa orang pribumi sudah mendapat manfaat dari penguasa Negara dalam kehidupan mereka karena penguasaan ini sudah menghentikan perang suku. Dia menulis: “Orang Nugini menghargai manfaat dari perdamaian yang dijamin oleh penguasaan Negara, yang mereka tidak bisa mencapai sendiri.” Dia juga menulis bahwa “kebanyakan masyarakat skala-kecil menjadi terjebak dalam siklus kekerasan dan perang. Pemerintah Negara memberikan pelayanan luar biasa dalam memutus siklus-siklus ini oleh kedatangan mereka sebagai pemonopolian kuasa.”

4. Yang kami memprotes Jared Diamond adalah karena penulis buku ini sama sekali tidak menyebutkan kebrutalan prajurit atau militer Indonesia dalam aksi pembunuhan, pemerkosaan dan pengusiran orang Papua Barat.

5. Buku ini terkesan sangat tidak berimbang dan obyektif dengan realitas di tanah Papua sampai hari ini; dari penulisan seperti ini, kami menduga penulis adalah agent atau kaki-tangan penguasa untuk melemahkan posisi dan eksistensi kehidupan masyarakat pribumi dan suku-suku asli di tanah Papua.

6. Penulis buku dan penguasa harus berhenti dan stop memberikan stigmanisasi yang merendahkan martabat dan harkat masyarakat pribumi, seperti suku Dani dan 200-an lebih suku-suku asli di tanah Papua.

7. Penulis buku ini, Penguasa dan semua pihak harus tahu bahwa sejak tahun 1960-an hingga hari ini, 30 Januari 2013 yang dominan menggunakan cara-cara dan pendekatan kekerasan dan dengan cara sangat brutal adalah militer Indonesia, yang dikenal institusi yang bernama TNI dan Polri bukan masyarakat pribumi yang adalah orang asli Papua.

Salam damai untuk semua dari tanah yang dikenal situs kekerasan dan wilayah konflik Papua Barat.

Kontak Person:

Matius Murib, Koordinator Pembela HAM dan
Direktur Baptis Voice di tanah Papua

Jalan Pipa Air Uncen Atas, Abepura, Jayapura, Papua Barat
Mobile: 08124892975, email: matiusmurib@yahoo.com, BB: 2A97B47C
 
Sumber : http://www.malanesia.com
 

Kamis, 17 Januari 2013

WPAT Prihatin, RI Membatasi Pelapor Khusus PBB Kunjungi Tapol

Sat, 12-01-2013 10:28:44 Oleh MAJALAH SELANGKAH Telah Dibaca 270 kali
 
KNPB: Kami Desak Pelapor PBB Harus Temui Filep Karma, Cs
 Jakarta, MAJALAH SELANGKAH The West Papua Advocacy Team (WPAT) mengatakan prihatin dengan tindakan  Pemerintah Republik Indonesia yang membatasi Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang Pemajuan dan Perlindungan Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Frank La Rue untuk mengunjungi tahanan politik Papua dan Ambon.
Pelapor Khusus PBB, Frank La Rue. Foto: http://desculpeanossafalha.com.br/
The West Papua Advocacy Team berbasis di New York Amerika Serikat, PO Box 21873, Brooklyn, NY 11202-1873, wpat@igc.org, +1- 575-648-2078. The West Papua Advocacy Team beranggotakan akademisi, pembela hak asasi manusia dan pensiunan diplomat AS. Ed McWilliams, mantan wakil Dutabesar Amerika untuk Indonesia memimpin WPAT.
Dalam Siaran Pers yang diterima majalahselangkah.com, Sabtu, (12/1), WPAT mengatakan, pada bulan Mei 2012  pemerintah Indonesia mengundang Frank La Rue untuk mengunjungi  Indonesia.  Selanjutnya,  La Rue membuat rencana dan mengatakan kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di  Jenewa bahwa dia berencana untuk mengunjungi tahanan politik di Jayapura dan Ambon.
Kunjungan ke tahanan politik di Papua dan Ambon adalah  perhatian utama La Rue . Dia juga berencana untuk mengunjungi seorang ulama Syiah dipenjara di Sampang, Pulau Madura. Namun, Pemerintah Indonesia menilai  kunjungan  Frank La Rue  ke Papua dan Ambon justru akan meningkatkan intensitas politik di wilayah itu. Pemerintah Indonesia hanya  mengizinkan Frank La Rue mengunjungi Jakarta dan Sampang.
Frank La Rue menolak untuk berkunjung ke Indonesia jika ia tidak dapat mengunjungi tahanan politik di Papua dan Ambon. Sesuai rencana, Frank La Rue dijadwalkan tiba di Jakarta pada 14 Januari 2013. Ia berencana untuk tiba di Jayapura pada tanggal 18 Januari.
The West Papua Advocacy Team mendesak Pemerintah Indonesia untuk mencabut pembatasan Pelapor Khusus PBB untuk bertemu dengan para tahanan politik Papua dan Ambon.
“Pemerintah Indonesia bertanggung jawab kepada masyarakat internasional untuk menghormati hak-hak tahanan politik di bawah ketentuan konvensi internasional. Kunjungan Pelapor Khusus adalah sarana sarana penting  untuk memastikan kepatuhan Indonesia dengan kewajiban internasional,”tulis WPAT.
The West Papua Advocacy Team menulis,  kelompok hak asasi manusia memperkirakan, ada lebih dari 100 tahanan politik di Indonesia, terutama Papua dan Maluku, termasuk 15 warga Papua dipenjarakan dengan dakwaan makar.
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengecam keras atas terkait pembatasan kedatangan Pelapor  Khusus PBB  ke Papua dan Ambon.
“KNPB kecam larangan atau upaya Pemerintah Indonesia melalui Menlu untuk menyembunyikan persoalan pelanggaran HAM di Papua, kami desak pelapor PBB untuk bertemu dengan Fileb Karma cs yang dipenjara. Pertemuan dengan Menlu tanpa ke Papua hanya akan menjadi ajang dan ruang bagi indonesia untuk “tebar posona” atau memanipulasi citranya di mata internasional,” kata ketua KNPB, Victor Yeimo ketika dihubungi majalahselangkah.com .
“Orang Papua tulis buku dilarang, orang Papua lakukan ibadah dilarang, orang Papua buat demo dilarang, semua dilarang oleh penguasa Indonesia di Papua. Papua dijadikani daerah protektoral bagi kepentingan ekonomi politik kolonialisme dan kapitalisme global,” kata Victor.
KNPB meminta Frank La Rue, UN Special Rapporteur on the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression harus datang dan lihat langsung korban-korban pelanggaran HAM yang bertebaran di penjara-penjara Indonesia di Papua, dan kuburan-kuburan korban rakyat yang mati dibunuh karena berdiri berjuang menyampaikan hak  mereka secara damai.
Tapol Papua. Foto: http://p.twimg.com
Dalam Pers Release yang dikirimkan kepada majalahselangkah.com, KNPB meminta  La Rue mengatur jadwal kunjung ke Papua  tanpa intervensi Pemerintah RI, untuk bertemu langsung dengan Fileb Karm, cs yang sedang menjalani hukuman 15 tahun penjara atas aksi ekspresi damai yang dilakukan di Jayapura, Papua 2004 lalu.
KNPB juga mengatakan, PBB segera menjamin hak rakyat  Papua untuk melakukan aktivitas damai dalam menuntut hak penentuan nasib sendiri.
“Kami berharap, Pelapor Khusus PBB, dalam kunjungan ini membicarakan agar cap teroris, makar, pengacau, dan lainnya yang ditujukan negara Indonesia kepada aktivis KNPB dan pejuang Papua lainnya dihilangkan, karena sudah tidak relevan lagi dalam era yang terbuka, di mana stigma tersebut sengaja dibuat untuk membungkam aksi-aksi damai yang dilakukan oleh rakyat West Papua,” tulisnya. Laporan menarik dari WPAT bisa dibaca di sini KLIK. (Yermias Degei/MS)


Sumber : http://majalahselangkah.com/wpat-prihatin-ri-membatasi-pelapor-khusus-pbb-kunjungi-tapol-papua-dan-ambon/ 

 
Berita Terkait :

Kamis, 03 Januari 2013

HRW: Apakah Represi Terhadap KNPB Legal?



Jakarta — Konsultan Human Rights Watch (HRW) untuk Indonesia, Andreas Harsono mempertanyakan tindakan aparat keamanan Indonesia yang melakukan penembakan hingga 22 orang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) meninggal sepanjang tahun 2012, dan 55 orang ditangkap, serta membuat ratusan orang lainnya terluka.

“Tapi bikin 22 orang KNPB meninggal dengan penembakan, serta puluhan ditangkap, dan entah berapa ratus terluka, tanpa ada proses peradilan yang transparan, serta tanpa mekanisme internal terhadap prosedur kerja polisi di Papua, menimbulkan pertanyaan apakah represi terhadap KNPB ini legal?.”
Pernyataan tersebut ditegaskan Andreas , saat di wawancarai suarapapua.com, Kamis (03/01/2013) tadi malam.
Menurut Harsono, boleh jadi alasan polisi benar bahwa ada anggota-anggota KNPB terlibat kekerasan, menyerang pendatang atau menyerang aparat keamanan, namun aparat harus menunjukan secara transparan.
“Persoalan kepolisian adalah bekerja dengan transparan. Bisakah polisi tunjukkan kerja transparan? Sebaliknya, KNPB juga perlu lakukan investigasi internal, selidiki tuduhan-tuduhan polisi bahwa anggota KNPB ada terlibat kekerasan,” ujarnya.
Harsono juga berharap, organisasi pimpinan Victor Yeimo ini dapat segera mengumumkan hasil investigasi, serta bikin keputusan untuk mengeluarkan anggota KNPB yang dinilai terlibat dalam berbagai aksi kekerasan.
Seperti ditulis media ini sebelumnya, Victor F Yeimo, Ketua Umum KNPB menyatakan 22 Anggota KNPB Tewas Sepanjang Tahun 2012 karena ditembak mati aparat keamanan Indonesia, 55 orang mendekam di penjara, serta beberapa diantaranya menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dari Polda Papua hingga saat ini.
Yeimo memprediksi, di tahun 2013 mendatang pembunuhan dan penangkapan terhadap aktivis KNPB masih akan terus dilancarkan Polda Papua dengan memakai Undang-Undang terorisme.


Sumber : www.suarapapua.com

PBB Tarik Pasukan dari Timor Leste

Setelah 13 tahun bertugas, pasukan perdamaian PBB ditarik dari Timor Leste. Diprediksi Timor Leste masih akan bergantung pada bantuan negara lain."


Mona Sihombing / VHRmedia                                                           Kamis, 3 Januari 2013


VHRmedia, Dili – Persatuan Bangsa-Bangsa pada Senin (31/12) secara resmi mengakhiri misi menjaga perdamaian di Timor Leste yang telah berlangsung 13 tahun. Penarikan pasukan terakhir PBB dianggap sebagai momen simbolik bagi kedewasaan Timor Leste.
Sekitar 1.500 tentara ditempatkan di Timor Leste untuk memberikan bantuan keamanan langsung. Pasukan itu masuk Timor Leste pada tahun 1999, ketika wilayah itu sedang dalam konflik yang diperkirakan menewaskan 183.000 orang. PBB juga yang mengorganisasi referendum yang membawa Timor Leste merdeka dari Indonesia pada 2002.
“Timor Leste kini telah mencapai tahap perkembangan, baik secara politis maupun pembangunan. Negara ini kini mampu berdiri sendiri,” kata Finn Reske-Nielsen, Ketua Misi Terintegrasi PBB di Timor Leste, dikutip situs aljazeera.com.
Pemimpin Timor Leste mengekspresikan kegembiraan akan berakhirnya misi tersebut, walau negara itu masih menghadapi tantangan kemiskinan dan kurang pembangunan. “Pada akhirnya kami harus mengucapkan perpisahan dengan PBB. Apresiasi tinggi atas apa yang telah mereka lakukan,” kata Wakil Perdana Menteri Fernando La Sama de Araujo, dikutip situs dw.de.
Indeks Pembangunan Manusia yang diterbitkan PBB menempatkan Timor Leste pada peringkat 147 dari 187 negara. Fernando menyatakan Timor Leste akan fokus memperbaiki sekolah, rumah sakit, dan sumber daya manusia di sektor publik. Dia juga mengekspresikan optimismenya mampu mengatasi tantangan-tantangan negara itu dalam sepuluh tahun ke depan.
Presiden Taur Matan Ruak, dalam pidato Tahun Baru, menyambut akhir misi PBB dan memuji perdamaian dan stabilitas yang kini dinikmati negara berpenduduk sekitar sejuta orang tersebut.
Tetapi misi PBB di Timor Leste tidak selalu dinilai positif. Misi itu terkadang tidak dipimpin dengan baik dan dipenuhi ekspatriat bergaji tinggi. Konflik yang terjadi antara pasukan militer dan kepolisian pada tahun 2006 juga mengungkap cela misi itu.
Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) pimpinan Australia juga ditempatkan di sana pada 2006 walau Timor Leste sedang dilanda kekerasan yang memaksa ribuan rakyat meninggalkan rumah. Misi ISF selesai sekitar sebulan lalu.
Sebagai salah satu negara termiskin di Asia, Timor Leste diduga akan bergantung pada bantuan negara lain untuk beberapa tahun. Keberadaan pasukan internasional selama 13 tahun juga memberikan efek negatif terhadap ekonomi negara itu. (E4)


Sumber : http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.php?id=762&r=117&kat=114&PageNo=


  • Jum'at, 4 Januari 2013
VHRmedia, Jayapura – Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat, Wim Medlama mengatakan, sedikitnya 22 anggota KNBP dibunuh dan puluhan lainnya dipenjara selama 2012.
Mereka yang tewas ditembak diantaranya Ketua Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel, 16 Desember 2012 di Kampung Abusak, Distrik Kurulu, Jayawijaya, dan Mako Tabuni, Ketua I Komite di Abepura, Kamis 14 Juni 2012.
“Bahkan ada juga yang hingga saat ini masih menjadi target pencarian polisi,” kata Medlama di Jayapura, Jumat (4/1).
Menurut Medlama, penembakan terhadap Mabel dan Mako Tabuni tidak sesuai prosedur. Polisi seolah memiliki pembenaran menembak keduanya karena diduga terlibat kasus kejahatan.
Mako dituduh terlibat kasus serangkaian penembakan orang tidak dikenal di Jayapura sejak 29 Mei 2012. Sedangkan Mabel dituduh terlibat kasus penyerangan Polsek Pirime di Lanny Jaya.
“Penembakan terhadap anggota KNPB merupakan pelanggaran hukum. Seseorang yang diduga pelaku, seharusnya ditangkap dan diadili,” ujar Medlama.
Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo memperkirakan kriminalisasi terhadap anggotanya bakal semakin sering terjadi. KNPB sering dikaitkan dengan gerakan separatis Papua karena gencar menyuarakan referendum.
Pengejaran terhadap anggota KNPB terus dilakukan aparat. Pada 19 Oktober 2012, Kepolisian Resort Mimika menangkap 5 anggota Komite. Sebelumnya, 23 September 2012, aparat juga menangkap 6 anggota KNPB di depan Gereja Ebenheser, Timika, Papua.
Mereka ditangkap atas tuduhan merencanakan aksi teror. “Ada petunjuk bahwa mereka merakit bom,” kata Kabid Humas Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya. (E1)
Foto: VHRmedia/ Jerry Omona

Sumber : http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.php?id=795

Berkas Korupsi Dana Desk Pemilukada Puncak Jaya Dinyatakan Lengkap

S
I Gede Sumerta Jaya
I Gede Sumerta Jaya
JAYAPURA—
Kasus  korupsi Dana Desk Pemilukada   Kabupaten Puncak Jaya  yang dibiayai menggunakan  Dana Alokasi  Umum (DAU)  Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp 597.859.700  yang ditangani Polres Puncak Jaya  atas nama tersangka  Drs. Abd K,  Kepala Bakesbang Kabupaten  Puncak Jaya, berkas perkaranya dinyatakan  P21  alias  lengkap.
Hal  ini    berdasarkan  surat  Kejaksaan  Negeri Nabire  No. B-06/T.1.17/Fd.1/1/2013 Tanggal 2 Januari 2013.                 
Kabid Humas Polda Papua Komisaris  Besar  (Pol) I Gede Sumerta Jaya, SIK, Kamis (3/1) mengatakan, setelah berkas  perkaranya dinyatakan lengkap,  maka  tinggal  menunggu pengiriman tersangka dan barang  bukti.
Detail  kronologis  kasus  korupsi Dana Desk Pemilukada   Kabupaten Puncak Jaya  sebesar Rp 597.859.700 berawal ketika  Tim Desk Pemilukada yang dibentuk berdasarkan SK Bupati Nomor : 10 Tahun 2012 Tanggal 29 Pebruari 2012 pada saat Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Puncak Jaya tak dilaksanakan/tak berjalan, namun oleh tersangka anggaran Desk Pemilukada yang dibiayai oleh DAU Tahun Anggaran 2012 dicairkan dan dibuatkan pertanggungjawaban penggunaan fiktif serta dibayarkan honor kepada personil yang nama-namanya tertera dalam lampiran Surat Keputusan Bupati serta  pengadaan  handycam.
Dari kejadian tersebut  negara dirugikan sebesar Rp  597.859.700. Berkas perkara telah dikirim pada tanggal 3 Desember 2012/ Tahap I, Kemudian berkas perkara dikembalikan/ P.19 untuk penambahan kekurangan keterangan dikarenakan ada pengadaan fiktif  yaitu pengadaan  handycam. Tersangka tidak dilakukan penahanan karena tersangka sangat kooperatif saat dilakukan penyidikan.


http://bintangpapua.com/Sumber :



Polda Papua “Putar Otak” Hadapi Kelompok Sipil Bersenjata

JAYAPURA—Polda Papua harus ‘putar otak’ untuk menghadapi dan menangkap kelompok sipil  bersenjata  yang  bergerlya  keluar masuk hutan di  sejumlah  daerah di  Papua.   Ini bukan pekerjaan gampang, pasalnya, kelompok sipil bersenjata   ini  tak bisa ditangkap   sama   seperti  pelaku kriminal lainnya. Butuh cara dan penanganan sendiri.
“Seperti  tersangka  di Pirime. Kalau  boleh  kita  panggil , supaya  datang ke Polda atau  ke Polres. Tetapi nggak  mau  hadir. Begitu kita  mau tangkap  mereka  lawan bahkan menembak. Begitu kemudian  anggota  membalas dengan alasan membela diri  dianggap pelanggaran HAM,” ujar Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, MA ketika menyampaikan Press Release  Analisa  dan Evaluasi  Sitkamtibmas di Papua  di Mapolda Papua,  belum lama  ini.
Saat ini kata Kapolda pihaknya hanya berupaya melakukan   penebalan jumlah aparat  keamanan, khusunya di  beberapa wilayah yang dianggap rawan. Seperti di Pirime penebalan  aparat dilakukan dengan menambah Brimob 120 personil didukung  TNI 30 personil total 150 personil. 
“Itu baru kawan-kawan yang diatas mikir. Mau  nyerang bunuh diri,”  tukasnya.
Langka   berikutnya  yang dilakukannya,  lanjutnya,  berupaya  mememenuhi peralatan , seperti  Polisi  di Tiom dilengkapi pakaian anti peluru sebanyak  15  personil   dan  aktif melakukan penggalangan kepada kelompok-kelompok sipil  bersenjata  agar tak melakukan aktivitasnya.
“Sementara  anggota kita perkuat disana. Kalau  kita lepas, nanti mereka jadi korban. Ini  langka-langka  kita yang paling utama. Dari  pihak kita berupaya untuk melakukan deteksi kira-kira dimana  target serangan mereka  dan kemudian kita melakukan penebalan,  memberikan perlengkapan  serta  memberikan perbantuan kepada mereka,”  tukas dia.

Sumber : http://bintangpapua.com/

PAPUA NATIONS CHILDREN WILL NOT GIVE UP UNTIL LATER PAPUA FREEDOM

ALWAYS >> FREE PACIFIC WEST PAPUA-TETAP MERDEKA, 1st Week of New Year 2013. WHAT EVER&WHENEVER ALWAYS MERDEKA BYE BYE BASTARD INDONESIA COLONIAL FULL STOP

Indonesian president greeted by protests on London visit

Dozens of protesters have denounced alleged torture in Indonesia and accused Britain of putting commercial interests ahead of human rights on the first day of a state visit by the Indonesian president.
President Susilo Bambang Yudhoyono received a lavish royal welcome for the first Indonesian state visit to Britain in more than 30 years, but activists criticised the British government for valuing commercial ties over the rights of Indonesian minorities.
"The West Papuans are being held, tortured and killed and all England and the whole European Union do is back him (Yudhoyono) up - they are only in it for the money," said one protester Nal Pattinama, with tears in her eyes.
Indonesia has one of the world's fastest growing economies and is seen as one of the most democratic countries in Southeast Asia, but its military has kept a tight rein on Papua, home to a mine with the world's largest gold reserves.
Indonesia's government and military have been criticised in the past for human rights abuses in West Papua, after Indonesia took over the province in 1969 in a vote by community leaders that was widely criticised as flawed.
A low-level insurgency for independence has simmered on Indonesia's eastern-most island for decades.
Protesters, some wearing Halloween masks and ghoulish face paint, gathered outside the prime minister's office on Downing Street and waved red paint-splattered placards calling for the release of Papuan political prisoners, imprisoned for advocating independence from Indonesia.
Others, including representatives from Amnesty International and Indonesian non-government organisations, waved West Papuan flags, an act they said is punishable by 15 years in prison in Indonesia.
"It's disgusting that one can walk up towards the Palace and the Indonesian flag is flown on behalf of our government supporting the like of Indonesia," protester Bob Corn said.

Nearby, Britain's Queen Elizabeth greeted President Yudhoyono and his wife in a red-carpeted pavilion on Horse Guards Parade, as a 41-gun salute rang out and regimental bands in bearskin hats played the Indonesian national anthem.
Britain is keen to foster a strong commercial relationship with the fast-emerging nation and has channelled resources from its embassies in the European Union to boost its diplomatic presence in Indonesia and the region.
After the official welcome, Yudhoyono was whisked off in a gilded carriage to Buckingham Palace for a private lunch with the queen.
In the three-day official visit, Javanese-born Yudhoyono will attend a state banquet, address parliament and open the Indonesia-UK Business Forum.

 source : http://www.abc.net.au/news/2012-11-01/an-indonesia-scored-over-human-rights-in-uk-visit/4345350

Pembayaran Korban Konflik Puncak Rp 17 M

JAYAPURA - Pembayaran terhadap para korban  konplik Pilkada Kabupaten Puncak yang terjadi sekitar 2 tahun lalu akhirnya dibayarkan tuntas. Pembayaran ini atas kesepakatan Pemda Puncak dan DPRD Puncak, dianggarkan dalam APBD sebesar Rp 17 M lebih, dari total nilai itu.
Dari kesepatan korban yang mengalami luka-luka sebanyak 900 orang dibayaran santunan Rp. 1 juta perorang, dan korban meninggal sebanyak 300 orang mendapat santunan Rp. 300 juta perorang.
Calon Bupati Puncak, yang juga selaku Ketua DPRD Kabupaten Puncak, Elvis Tabuni, mengatakan, peristiwa konflik Pemilukada Kabupaten Puncak yang hampir berlangsung 2 tahun lalu yang telah menelan korban jiwa dan korban luka-luka baik di pendukung dirinya maupun pendukung Simon Alom sudah dituntaskan pembayarannya pada 21 Desember 2012 lalu.
“Pembayaran korban konflik Pemilukada Puncak itu sudah kami serahkan di Distrik Ilaga dan Distrik Gome oleh kelompoknya dan kelompok Simon Alom sudah terima. Kalau di Distrik Gome yakni kelompok saya sudah 100 persen tuntas penyelesaiannya,” ungkapnya kepada Bintang Papua, disela-sela acara ibadah syukur penyambutan Tahun Baru 2013 di kediamannya, Senin, (31/12) kemarin.
Dikatakan pihaknya mendapatkan Rp 900 juta, sebab korban pada pihaknya yang mengalami luka-luka mendapatkan santunan Rp. 1 juta perorang, dan korban meninggal sebanyak 300 orang, masing-masing mendapatkan santunan Rp 300 juta.

Sumber : http://bintangpapua.com/